PENCITRAAN TUBUH MENGGUNAKAN CAHAYA


Ilustrasi citra tubuh

Ketika kita menyalakan senter dan mengarahkan sinarnya tepat ke telapak tangan kita, pasti kita akan melihat berkas cahaya berwarna merah yang keluar dari balik telapak tangan. Hal ini membuktikan bahwa cahaya dapat menembus masuk ke dalam jaringan tubuh dengan kedalaman beberapa centimeter. Dengan adanya fenomena ini timbul pertanyaan dalam hati saya,”Apakah kita bisa melakukan pencitraan tubuh dengan menggunakan cahaya?” Adanya kejanggalan di dalam tubuh, misalnya kanker semestinya bisa dideteksi dengan cahaya. Lalu bagaimana caranya kita bisa menggunakan cahaya ini sebagai media untuk mengetahui seluk beluk tubuh kita? Banyak pertanyaan lagi sebenarnya yang muncul namun sebaiknya kita coba untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Sehingga ide ini dapat kita gunakan sebagai alternatif metode pencitraan tubuh yang mungkin pada masa yang akan datang akan menjadi prosedur standar yang aman dalam diagnosa kesehatan.

Sebenarnya sudah ada beberapa metode yang bisa digunakan sebagai pencitraan tubuh. Metode-metode tersebut diantaranya adalah Electroencephalography (EEG), Electrical Impedance Tomography (EIT), Magnetic resonance Imaging (MRI), Electrical Impedance Tomography (EIT) dan CT Scan. Namun masing-masing metode pencitraan tersebut memiliki kelemahan. EEG dan EIT memiliki ide yang sama seperti yang akan kita bicarakan hanya bedanya kedua metode ini menggunakan electron (listrik). Walaupun EEG dan EIT memiliki kelebihan secara non invasif yaitu metode tanpa merusak jaringan tubuh namun metode-metode ini mempunyai derajat kesalahan yang tinggi mengingat di dalam tubuh juga terdapat aliran listrik yang akan mengganggu proses pencitraan. MRI merupakan metode pencitraan yang paling modern saat ini. Metode ini menggunakan magnet dalam mendapatkan citra tubuh. Karena menggunakan magnet, sehingga adanya medan magnet bumi sangat mengganggu proses pencitraan, sehingga metode ini harus dilakukan di ruangan yang bebas dari medan magnet bumi. Sebuah usaha yang sangat mahal tentunya. Kedua metode yang terakhir, Rongten dan CT Scan. Kedua metode ini menggunakan sumber yang sama, yaitu sinar X. Perbedaannya hanya terletak pada prosesnya saja. Karena menggunakan sinar X, radiasi dari sinar ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Sehingga penggunaan metode-metode ini perlu dipertimbangkan lebih lanjut, dan seperti yang kita bicarakan kali ini. Kita akan mencoba untuk memanfaatkan cahaya. Tentunya cahaya sangat aman bagi kita, terbukti dengan kita sudah terbiasa hidup dengan cahaya. Bahkan kita tidak bisa hidup tanpa kehadiran cahaya.

Sebagai permulaan kita harus bisa menjawab pertanyaan yang pertama kali muncul, “Apakah kita bisa melakukan pencitraan tubuh dengan menggunakan cahaya?” Nah, untuk menjawab pertanyaan yang sederhana ini tentunya kita harus mengetahui dengan baik bagaimana interaksi cahaya dengan materi khususnya jaringan tubuh. Pemahaman yang mendalam mengenai teori optika sangatlah diperlukan kali ini. Ada beberapa peristiwa yang mempengaruhi perambatan cahaya dalam jaringan tubuh, antara lain pemantulan, pembiasan, hamburan, absorbsi,  dan bahkan fluoresensi. Namun dalam jaringan tubuh, di mana jaringan tersebut merupakan medium optik keruh mengakibatkan peristiwa hamburan yang paling sering terjadi daripada peristiwa-peristiwa yang lain. Sehingga, setelah cahaya masuk ke dalam telapak tangan, cahaya akan mengalami berkali-kali hamburan sebelum akhirnya cahaya diteruskan di permukaan telapak tangan baliknya. Cahaya yang diteruskan tersebut tidak seterang cahaya senter yang baru saja keluar dari kepala senter, melainkan hanya cahaya kabur berwarna kemerahan seperti merah darah. Inilah bukti bahwa adanya banyak hamburan yan terjadi dan pelemahan intensitas tersebut mungkin juga disebabkan karena adanya absorpsi, yaitu penyerapan energi cahaya oleh materi di dalam jaringan tubuh seperti yang tampak dalam gambar di bawah.

Gambar Ilustrasi perambatan cahaya dalam jaringan tubuh.

Hamburan cahaya yang sering terjadi di dalam tubuh tidak lepas dari adanya komposisi jaringan tubuh yang memiliki sifat optik yang sangat bervariasi. Bisa dikatakan bahwa jaringan tubuh adalah media optik yang inhomogen. Dari fakta ini kita bisa mengatahui struktur yang ada di dalam tubuh hanya dengan mempelajari cahaya yang diteruskan oleh jaringan tubuh. Nah, sekarang timbul pertanyaan baru, “Bagaimanakah hubungan antara cahaya yang terdeteksi di balik telapak tangan tadi dengan perbedaan komposisi di dalam jaringan tubuh?” Di dalam ilmu fisika modern, cahaya selain sebagai gelombang cahaya juga bisa berperan sebagai materi yang dinamakan dengan foton. Foton adalah paket-paket energy cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Maka dari itu, cahaya yang merambat di dalam tubuh ini juga bersifat seperti foton. Masing-masing foton bergerak sesuai dengan sifat optis jaringan tubuh. Sehingga pada daerah tertentu di dalam jaringan foton memiliki intensitas yang tinggi, namun pada daerah lain memiliki intensitas yang rendah. Ini mempengaruhi cahaya yang terdeteksi.

Pertanyaan kedua yang perlu dijawab adalah, “Bagaimana kita bisa menggunakan cahaya untuk mengetahui seluk beluk tubuh kita misalnya untuk mengetahui keberadaan kanker?” Sebuah pertanyaan yang mudah sekali untuk diucapkan namun jawabannya susah bukan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mengetahui sifat-sifat optis dari jaringan tubuh yang akan kita deteksi. Peristiwa-peristiwa yang penting yang terjadi di dalam jaringan antara lain: Pembiasan, hamburan, absorpsi dan beberapa lagi lainnya seperti yang telah disebutkan di atas. Adanya pembiasan dalam jaringan tubuh disebabkan karena perbedaan indeks bias antar jaringan tubuh. Adanya hamburan disebabkan karena terdapat materi penghambur yang memiliki nilai indeks bias yang berbeda dibandingkan dengan indeks bias di sekelilingnya. Adanya absorpsi disebabkan karena materi pengabsorpsi cahaya yang terdapat di dalam tubuh. Materi-materi yang berperan dalam peristiwa-peristiwa tersebut terletak secara acak dan distribusinya di dalam jaringan tubuh tidak rata. Maka dari itu jaringan tubuh adalah media inhomogen.

Nah untuk mengetahui pengaruh sifat optis jaringan tubuh terhadap sinar yang terdeteksi, kita perlu mengetahui komponen apa saja yang menyusun jaringan tubuh. Seperti kita tahu, jaringan tubuh tersusun atas 90 persen terdiri air, lemak, otot, darah, pembuluh darah, hemoglobin dan lainnya. Masing-masing komponen tersebut berperan penting dalam mekanisme perambatan cahaya. Penelitian yang terkait adalah metode spektroskopi, atau kebanyakan menggunakan Near Infra Red Spectroscopy (NIRS) . NIRS adalah metode spektroskopi menggunakan infra merah sebagai cahaya yang dipancarkan. Inframerah banyak digunakan dalam penelitian ini karena sinar inilah yang dapat menembus jauh ke dalam jaringan tubuh dibandingan cahaya jenis lain.

Selain teknik spektroskopi, ada juga metode numerik yang dijalankan menggunakan komputer. Metode tersebut dinamakan dengan metode Monte Carlo. Metode ini mensimulasikan pergerakan cahaya di dalam jaringan. Keunggulan metode Monte Carlo karena hanya merupakan sebuah simulasi sehingga kita hanya duduk di depan computer tanpa harus melakukan eksperimen di dalam laboratorium. Tetapi antara metode Monte Carlo maupun metode spektroskopi memilki kelemahan dan kelebihan masing-masing dalam menjelaskan mekanisme perambatan cahaya. Namun kolaborasi diantara keduanya dapat saling menutupi kekurangan masing-masing.

About Dedy Kurniawan Setyoko

saya adalah lulusan fisika universitas airlangga, karena saya adalah seorang fisikawan, tentunya saya sangat menyukai dunia fisika. Dalam blog ini saya akan mengutarakan semua ide-ide saya. View all posts by Dedy Kurniawan Setyoko

Leave a comment